Good corporate
governance (GCG)
secara definitif merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan
yang menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholder (Monks,2003).
Ada dua hal yang ditekankan dalam konsep ini, pertama, pentingnya hak pemegang saham
untuk memperoleh informasi dengan benar dan tepat pada waktunya dan, kedua,
kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara
akurat, tepat waktu, transparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan,
dan stakeholder.
Ada empat
komponen utama yang diperlukan dalam konsep good corporate governance,
(Kaen, 2003; Shaw, 2003) yaitu fairness, transparency, accountability,
dan responsibility. Keempat komponen tersebut penting karena penerapan
prinsip good corporate governance secara konsisten terbukti dapat meningkatkan
kualitas laporan keuangan dan juga dapat menjadi penghambat aktivitas rekayasa
kinerja yang mengakibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai
fundamental perusahaan. Konsep good corporate governance baru populer
di Asia. Konsep
ini relatif berkembang sejak tahun 1990-an. Konsep good corporate governance
baru dikenal di Inggris pada tahun 1992. Negara-negara maju yang tergabung
dalam kelompok OECD (kelompok Negara-negara maju di Eropa Barat dan Amerika
Utara) mempraktikkan pada tahun 1999. Keberlangsungan eksistensi perusahaan
tidak hanya diukur oleh performa keuangan, peningkatan keuntungan akan tetapi
juga performa internal perusahaan (etika dan good corporate governance) dan
performa kepedulian sosial perusahaan.
Kasus kebocoran
gas MIC di Bhopal India tahun 1984, Union Carbide Amerika yang menyebabkan
kematian 2000 orang meninggal dan 200.000 orang luka parah, merupakan salah
satu kejahatan sosial sebuah korporasi terbesar pada tahun itu yang menyebabkan
kerugian jiwa dan cacat seumur hidup bagi penderitanya. Akibat kasus ini Union
Carbide mengalami kerugian yang sangat besar yang mengguncangkan keberadaan
perusahaan tersebut. Kejahatan korporasi dibidang lain berupa kecurangan bisnis
seperti kasus ENRON Corporation, World Com dan Merrill Lynch pada kurun tahun
2002. Pada tahun 1990 an kasus kejahatan bisnis juga dilakukan oleh Prudential
Securities dan Nasdaq .
Selain itu, pada
tahun 1999, kita melihat negara-negara di Asia Timur yang sama-sama terkena
krisis mulai mengalami pemulihan, kecuali Indonesia. Harus dipahami bahwa
kompetisi global bukan kompetisi antarnegara, melainkan antarkorporat di negara
negara tersebut. Jadi menang atau kalah, menang atau terpuruk, pulih atau tetap
terpuruknya perekonomian satu negara bergantung pada korporat masing-masing (Moeljono,
2005). Pemahaman tersebut membuka wawasan bahwa korporat kita belum dikelola
secara benar. Dalam bahasa khusus, korporat kita belum menjalankan governansi
(Moeljono). Survey dari Booz-Allen di Asia Timur pada tahun 1998 menunjukkan
bahwa Indonesia memiliki indeks corporate governance paling rendah
dengan skor 2,88 jauh di bawah Singapura (8,93), Malaysia (7,72) dan Thailand
(4,89). Rendahnya kualitas GCG korporasi-korporasi di Indonesia ditengarai
menjadi kejatuhan perusahaan perusahaan tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar